Monday, October 21, 2013
nope
sometime.. the light of fireflies, is not enough for themselves. a listen from salemba so far :)
Thursday, October 17, 2013
Cerita Tsunami
Wohow baiklah, meskipun udah beberapa tahun berlalu, aku
akan menceritakan sedikit kejadian waktu Tsunami. Well hal ini dikarenakan
dorongan salah seorang teman kampusku, Lodra. Dia mendorongku untuk
menceritakan kisahku melalui tulisan. Dan, satu hal lagi, dikarenakan setiap
orang bertanya asalku dari mana, Aceh, nah pasti mereka akan bertanya tentang
Tsunami.. hehehe
Well kala itu minggu 26 Desember, mama seperti biasa weekend
selalu ke banda aceh buat menjenguk kami, secara beiau selalu nemenin ayah yang
masih tugas di Lhokseumawe, dan kemarinnya (sabtu 25 Desember) kami sempat
menghabiskan waktu buat menikmati pantai ulee lheue makan mie, minum kelapa,
bahkan mandi di lautnya (Alhamdulillah masih dikasi rezeki umur sama Allah). Biasanya,
hari minggu, aku dan teman2ku sika, ayi, memutuskan untuk bersepeda atau
sekedar jalan2 pagi ke blangpadang. Tapi entah mengapa hari itu mualess bgt,
dan akhirnya aku lebih memilih berlari di dalam mimpi saja. Ketika di tengah
asyik berolahraga dalam nirwana mimpi, tiba2 aku tersentak kaget, serasa ada
orang yang menggoyang2kan kasur, lalu aku kaget & langsung melompat dari
atas kasur.. nah berhubung aku tidur di lantai 2 (kalau di Aceh, lantai dasar
dihitung juga jadi lantai 1) dari bawah terdengar teriakan saraaaaaaah gempaaaaaa.
Langsung dah aku ngacir ke bawah terus lari ke luar rumah, tepatnya ke kios
depan rumah, takut2 rumah bakalan roboh. Gempa semakin kuat, goncangan semakin
dahsyat, aku ngeliat rumah udah miring2 karena hentakan gempa, dalam bayanganku,
ini rumah seperti mau runtuh. Oh Tuhaan mohon ampuuun dalam hatiku terus
mengucap istighfar dan namaNYA. Jangankan berdiri, kami semua terduduk di tanah
saking hebatnya goncangan. Akhirnya goncanganpun reda, kami bersama tetangga
berbincang2 sesaat, lalu kembali ke rumah masing masing. Sekira 10 menit
setelah gempa ada beberapa orang berteriak sambil berlalu lalang dengan sepeda
motor“Air Naik!!! Air Naiiiik!!!!” “Cepat cari tempat tinggi!” apa?!! aku
bingung dan panik maksudnya air naik itu seperti apa? langsung teringat film
The day After Tomorrow yang pernah aku tonton gk lama sebelumnya, ya Tuhaan apa
lagi ini? Gumamku. Akhirnya aku sekeluarga bergegas ngumpulin barang2 seadanya,
gerak cepat ngumpulin beberapa pasang pakaian. Semua kami naikkan ke mobil, gallon
air, bantal, jaket, wuihh semua lah, kayak orang mau kemping gitu, setelah
semua masuk mobil, kamipun mundur dari gerbang tapi apa daya, semua orang penuh
dijalanan depan rumah, semua membunyikan klakson, dengan wajah panik dan
bingung mau ke mana, ada yang gendong bayi, berbaju tidur, pakai handuk, wahhh
semua penuh di jalanan. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke rumah dan
menaikkan semua barang2 yang telah kami angkut tadi sekalian menutup gerbang
rapat-rapat. Akhirnya aku dan beberapa ibu-ibu yang kebingungan, beberapa di
antara mereka berasal dari asrama haji yang konon akhirnya diketahui banyak
korban terjepit dan tergulung tombak tsunami di sana. Akhirnya kami naik ke
lantai 2 menunggu apa yang terjadi berharap cemas dan getaran istighfar yang
lirih terdengar. Dari atas, aku melihat banyak orang yang juga sampai naik ke atap2
rumah. Dan jalananpun sekejap sepi… Selang 3 menit, air hitam nan gelap
memenuhi parit rumah, lalu datang yang juga lebih banyak, namun pelan seperti
aliran air yang perlahan-lahan memenuhi halaman komplek hingga menjadi lautan
hitam. Dan akhirnya mama mengambil inisiatif ke toko depan rumah untuk membeli
semua makanan beras, telur, gula, minyak dll yang tentunya sempat dicatat dan
akan diselesaikan di kemudian hari. Air pun semakin meninggi, aku melihat
seorang gadis berjalan di depan rumahku dengan pakaian lusuh, kucel dengan
rambut dan badan yang penuh lumpur,
terus terang saat itu aku mengira dia terpeleset jatuh ke dalam genangan air,
karena air yang aku lihat di depan rumah baru hanya sebatas lutut. Setelah
keadaan lumayan kondusif, kami berjalan kaki melihat sekitar. Masyaallah
ternyata air yang tadinya genangan adalah air deras yang telah lebih dulu
menghantam perumahan di sekitar kami. Mobil, mayat berhamburan, oh Tuhaaan
pemandangan yang mengerikan!!! Ternyata gadis yang tadi kulihat adalah seorang
korban yang sempat tergulung air. Dalam hatiku, inikah kiamat? Beberapa anak
muda di komplek gerak cepat membantu mengevakuasi korban tsunami. Mayat ini
bukan saja dari pantai lampulo, tapi juga ada beberapa dari Gampong Kajhu Aceh
Besar yang memang letaknya sangat jauh berpuluh 2 kilo dari tempat tinggal
kami.
Listrik, komunikasi juga mati, hingga akhirnya kami
memutuskan untuk mengungsi ke Masjid Darul Falah, gak jauh dari rumah, namun
gak terkena rembesan air tsunami. Kami tidur bersama pengungsi lainnya,
berdesakan, dipenuhi ketakutan dan dikejutkan beberapa kali goncangan gempa.
Beberapa memasak mi instan, nasi putih, untuk dibagikan, ketika aku mau ke
toilet, ternyata juga ada beberapa mayat dari korban Tsunami yang ditutupi kain
kafan. Ya Allah perasaan campur aduk.
Malam pun berlalu, meskipun hanya
beberapa di antara kami yang bisa tertidur. Beberapa menangis, terpisah dari
anggota keluarganya, da nada juga yang sibuk mencoba komunikasi dengan sanak
keluarga. Pemandangan yang gak akan pernah aku lupakan. Di sebelah kami ada
seorang nenek, beliau sendiri, tampak sedih karena gak tau di mana anggota
keluarga lainnya sekarang. Tapi beliau coba bersabar dan terus berdoa, beliau
juga memberi kami sebungkus bumbu kacang gado2. Memang terasa sekali saling
berbagi di tempat itu, senasib, seperjuangan, dan perasaan saling memiliki yang
begitu besar satu sama lain. Pagi pun tiba, gempa tidak henti-hentinya hingga
satu ketika gempa kuat itu pun terjadi lagi, tapi tidak sekuat yang pertama,
hingga kami pun panik dan mencoba keluar dari masjid. Namun akhirnya kembali
lagi mencoba tenang ditengah kecemasan yang ada. Seketika suara tangisan pun
memecah suasana tegang dan istighfar yang tak henti diucapkan, ternyata ada
salah seorang anggota yang bertemu di masjid, kami ikut menangis terharu ya
Allah masih Syukur kaluarga ku tidak ada yang terpencar, padahal pagi itu mama
berniat mau ke pasar ikan di lampulo –lampulo adalah pasar ikan yang langsung
bersebalan dengan laut, sering ikan2 di sana masih segar2 karena baru diangkut
dari pelabuhan dan langsung dijual di tempat-. Suasana haru pun berubah menjadi
sedih tatkala kami mendengar “si Adek mana?”, “adek pergi ke Lampuuk -salah
satu nama pantai di Aceh- sama kawan2 nya maaaaa” ya Allahh bagaikan di sambar
petir, tangisan kembali pecah dan si ibu nyaris pingsan. Sontak beberapa orang
di antara si ibu mengingatkan istighfar…istighfarr -saat aku menulis ini
meskipun udah berlalu beberapa tahun, aku merinding dan menangis mengingat ini-
hingga sore tiba beberapa anggota
keluarga mulai bertemu satu sama lain, aku bisa merasakan bagaimana keresahan
mereka, apakah keluarganya masih hidup berada di mana wallahu.
Sore itu kami memutuskan untuk
mengungsi ke rumah saudara yang berada di Ie masen, gk jauh dari masjid. Kami memasak
mie instan dan apapun itu untuk menggajal perut yang masi kosong. Masih diberi
kehidupan dan rezeki seperti ini membuat kami sangat ingin berbagi. Setiap mereka
yang di jalanan gak sungkan kami persilahkan mampir untuk sekedar makan atau
minum di tempat ini, secara kami sadar pasti mereka cari makan juga susah. Alhamdulillah
komunikasi udah mulai bisa, sekarang permasalahan adalah hp yang butuh di
charge, in case listrik padam. Aku sempat connect dengan kakakku yang di Kalimantan,
yang terus menerus berusaha menghubungi kami, dan juga bisa telfonan sama
ayahanda tercinta yang tentu sangat luar biasa khawatir dari Lhokseumawe sana. Malam
mencekam, tidur dalam gelap dan kesunyian dihantui trauma yang mendalam. Berkali-kali
gempa susulan terjadi, ada yang sebentar, sedang, bahkan (menurut kami)
tergolong kuat. Akhirnya kami tidur dengan dengan pintu yang terbuka. Anehnya segitu
gedenya pintu terbuka gak satu ekor nyamukpun mengganggu tidur kami, padahal
biasanya kalau sore pintunya kudu di tutup, kalo gak, nyamuknya bersilaturrahmi
& pulang sampe pagi. Kami nginap di sana sampe hari ke 3.
Sorenya kami mencoba kembali ke
rumah. Menuju rumah, jalanan becek dengan bau yang berasal dari lumpur hitam. Kondisi
rumah acak adut, meja dan kursi plastik yang tadinya di halaman belakang
terbawa ke gerbang. Ikan piaraan yang di kolam pun udah kemana rimbanya,
padahal ada 5 ekor piaraan gurami yang udah gede bgt. Tetangga kiri kanan depan
belakang belum pada balik kerumahnya.
Akhirnya listrik menyala (aku gk
ingat persisnya di hari ke berapa) kami pun berbenah, membersihkan rumah dari
lumpur. Kalau air di depan rumah sampe sepinggang dewasa, mumpung tanah rumah
kami agak ditinggikan, jadi air yang masuk gak sampe selutut. Di hari ke empat
ayahanda pun tiba menjemput kami, akhirnya kami putuskan untuk mengungsi ke
lhokseumawe.
Diperjalanan, kami liat Pante
Pirak (supermarket besar di Banda Aceh) roboh, rata dengan tanah, banyak korban
terjepit dan meninggal di bangunan berlantai 3 itu. Banda aceh sekejap berubah,
pusat kota berubah menjadi tempat suram layaknya suasana pemakaman, bangunan
hancur acak-acakan, tanaman gersang, ditambah lumpur di mana-mana. Pemandangan
yang tidak biasa pun terlihat, di setiap trotoar jalan berjejer mayat-mayat
yang ditutupi dengan kain seadanya, terpal, handuk, apalah.. Ya Allah, Banda
Aceh sekejap menjadi lautan mayat. Orang orang datang menghampiri penutup mayat,
satu persatu… berharap2 cemas kalau kalau jasad yang tergeletak itu adalah
anggota keluarga atau saudara mereka, aku paham, antara mereka berharap itu
bukanlah atau memang benar jenazah kerabat mereka. Bahkan beberapa dari mereka
tak kuasa menahan tangis ketika mendapatkan keluarga, saudara, ataupun
kerabatnya. Kendaraan kami terus melaju, sampai ke depan aku melihat seorang
bapak berjalan dengan pakaian lusuh tanpa alas kaki, mengendong anaknya yang ternyata
oh Tuhan…sudah meregang nyawa, dipeluknya erat, beliau tertunduk, wajahnya
pasrah terhadap kuasa Tuhan…astagaaa
hati ini luluh berkecamuk, sedih, sediiih teramat dalam…oh Aceh lon sayang….(bahkan
menulis ini pun aku meneteskan airmata mengingatnya).
Yang buat aku salut adalah kepada
anggota TNI, dari hari pertama mereka langsung turun tangan membantu warga,
padahal mereka sendiri menjadi korban dari keganasan gelombang tsunami, belum
lepas kesedihan ditinggal anggota keluarga, belum hilang kebingungan di mana
istrinya, anaknya, selamatkah? Tapi mereka langsung turun membantu warga
membantu mengevakuasi korban yang kemungkinan masih terjebak di reruntuhan
bangunan. Jalanan pun sudah dibersihkan
hingga bisa dilalui transportasi. Angkat topi Pak!! Kalian memang abdi Negara.
Singkat cerita, melihat kondisi
masih belum stabil, kami memutuskan untuk mengungsi ke Bireun, kampung kami
karena ayahku made in bireun –whoa bahasanya-. Biasanya perjalanan dari banda
aceh- bireun hanya memakan 4 jam kini 5 sampai 6 jam, karena banyak jalanan
yang rusak. Di bireun kami sudah agak tenang, karena jauh dari laut, aku
berharap malam ini bisa tidur dengan tenang. Di antara pertengahan malam,
sekitar jam 2-3 malam, ada isu air laut naik. Orang-orang ramai berteriak, Astagaaa
bencana ini.. semua penduduk termasuk kami juga panic hingga akhirnya
meninggalkan rumah mencari tempat yang lebih tinggi, panic sepanik-nya, dengan
pakaian seadanya kami pun bergegas pergi sampai aku menumpang mobil orang yang
gk aku kenal, terpisah sama ayah bunda, dan kakak2 ku. Trauma yang terangat
sangat, perasaan yang berkecamuk, benarkah ada Tsunami lagi?
Akhirnya diketahui kalau itu adalah ulah
provokator yang mengambil kesempatan untuk menjarah rumah kosong yang ditinggal
penghuninya. Ya Tuhaaan, masih ada ya orang seperti itu, ditengah bencana
seperti ini :I.
Esoknya kami melanjutkan
perjalanan ke Lhokseumawe. Aku bersyukur sangat kejadian Tsunami gak terjadi di
kota kecil ini. Lhokseumawe adalah termasuk kota penghasil gas, di Arun,
Perusahaan Pertamina ada di sana. Gak kebayang kalau ada tsunami, kota kecil
ini akan ludes tersapu, ditambah dengan bau gas yang menyengat, trus juga jalan
keluarnya cuma satu, jembatan cunda, kalau itu hancur, sudahlah.
Ada hal yang membuatku sedih
pakai sangat.. ketika aku di lhokseumawe, aku mendapat kabar, kabar itu datang
dari Anto, sohibnya cekot, dia menelpon ku dan mengabari teman curcol ku,
Fazlina, menjadi korban. Dia sempat dirawat di rumah sakit bireun ternyata,
tapi tidak tertolong. Aku menangis semalaman sesenggukan sejadi-jadinya,
bagaimana nggak, dia teman klop ku di sma, teman curhat, senang sedih kami
bersama. Tapi aku akhirnya mencoba tenang dan mengikhlaskannya.
Di kota ini aku melanjutkan
sekolah ku di SMUN 1, bertemu dengan teman kecilku, wiwik, karena aku dulu
sempat mengenyam pendidikan di daerah ini. Sedikit aku cerita flashback, ayahku
dipindahtugaskan ke kota ini sekitar tahun 1994 ketika aku SD, masa-masa itu
adalah masa di mana keadaan Aceh tidak kondusif. Ayahku yang diberi amanah
memimpin sebuah dinas, kerap kali disambangi orang-orang tak dikenal, pernah
suatu ketika dalam perjalanan ke daerah dekat simpang kramat hampir sampai ke
bireun, mobilnya di rampas oleh yahhh you know lahh, dan masih syukur Alhamdulillah
si ayah gak di apa2in, bahkan rumah kami kerap diteror akan di bom, hingga
akhirnya ayah memutuskan anak2nya lebih baik di banda aceh saja, sampai akhir 1998
aku di sana, dan kembali memasuki sekolah lanjutan tingkat pertama hingga
kuliah di Banda Aceh tercinto.
Nah, di SMUN 1 ini aku cuma belajar
kira2 gak sampe sebulan. Di sekolah ini aku bertemu teman2 baru, salah satunya Juliana,
pemain eumpang breuh –film komedi laris di aceh- yang kini udah menjadi artis
ibukota dan udah merid sama Herman, gitaris Seventeen. Akhirnya, aku memutuskan
melanjutkan kembali di SMUN 3 BNA, karena teman-teman sudah kembali bersekolah
dan sayang uda setengah jalan. Banyak teman-teman yang menjadi korban, dan
mudah-mudahan mereka tenang di alamnya dan dihapus dosanya, RIP to Riza
Pahlevi, T Taufiq, Heni, Lianarita, Fazlina, Nova, Fazlina, and all of them who
can’t to mention.
At least, Tsunami juga membawa
hikmah bagi rakyat aceh, Thanks to the World telah memulihkan rakyat aceh dari
trauma dan bencana Tsunami. Aceh kembali damai, dikenal dunia, lebih maju,
bangunan juga lebih baik, tapi ada juga implikasi dari banjirnya bantuan yang
diberikan, dan akan aku bahas next time ya. Terimong Geunaseh :) damai
Indonesia. Dari salemba.
Subscribe to:
Posts (Atom)